Pola Pikir Seorang Pendidik

Seorang pendidik merupakan salah satu agen perubahan. Seiring dengan fungsi dunia pendidikan sebagai transformasi peradaban, maka pendidik merupakan fasilitator transformasi itu. Dengan demikian pendidik memiliki peran kunci (key-role) di dalam proses perubahan.

Sementara itu perubahan terjadi bilamana dimulai dari diri sendiri, tepatnya pada pola pikir seseorang. Suatu pola pikir yang telah membeku dan statis, dipastikan tidak akan membawa perubahan yang signifikan. Syukur-syukur kalau pola pikir yang statis itu merupakan sebuah bangunan yang “berbentuk”. Bila sebaliknya, justru menjadi sumber persoalan, maka pola pikir semacam itu harus diubah.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pola pikir seorang pendidik sangat penting dalamĀ  merekayasa sebuah perubahan bermakna. Itulah sebabnya pola pikir seorang pendidik senantiasa harus bersifat dinamis. Berubah untuk menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, dan terutama berubah dari hal-hal yang sifanya menghambat menuju hal-hal yang membangun. Bila kunci perubahan menuju peradaban ada di tangan seorang pendidik, maka seorang pendidik harus mampu mentransformasi pola pikirnya menjadi sebuah “mesin konstruktif” bagi kemajuan peradaban yang salah satunya dimotori oleh dunia pendidikan.

Buku Pegangan Siswa, Siapa yang Menentukan?

Menjelang tahun pelajaran baru, setiap orangtua siswa disibukkan dengan mencarikan buku pelajaran untuk putra-putrinya yang akan duduk di kelas baru atau sekolah baru. Banyak kendala yang dialami dalam mencari buku pelajaran pegangan siswa ini. Beberapa kesulitan yang biasa dihadapi orangtua, di antaranya harga, judul dan tempat pembelian.
Selain harga dan tempat pembelian yang cukup merepotkan orangtua, soal pelik yang perlu diangkat dalam tulisan ini adalah soal penentuan judul buku. Siapa yang seharusnya menentukan buku pelajaran siswa yang akan dipakai?
Dari pengalaman, beberapa pihak dapat saja menentukan judul buku pelajaran tersebut, di antaranya adalah orangtua siswa, guru, kepala sekolah, yayasan atau siswa sendiri. Masing-masing pihak merasa dirinyalah yang berkompeten menentukan judul buku bagi siswa. Meskipun demikian siswa dan orangtua selama ini menjadi pihak yang pasif dan menerima saja keputusan dari pihak lain. Guru dalam waktu yang cukup lama dengan kurikulum yang lama, juga termasuk pihak yang pasif ini.
Nah, dengan demikian, pihak yang berpengaruh besar terhadap penentuan buku pelajaran tinggal guru, pihak sekolah dan pihak yayasan.
Menurut ketentuan kurikulum yang baru (KTSP) seharusnya yang berwenang menentukan buku pelajaran adalah pihak sekolah dalam hal ini, guru bersama pimpinan sekolah dan komite sekolah. Pengembangan kurikulum sendiri telah diserahkan kepada pihak sekolah oleh pemerintah untuk mengelolanya. Implikasinya jelas, bahwa penentuan buku yang merupakan salah satu komponen penting di dalam pengembangan kurikulum merupakan kewenangan mutlak pihak sekolah.
Meskipun demikian, konsep ideal ini belum tentu diwujudkan secara nyata di lapangan. Masih banyak pihak yang memperdebatkan hal ini. Ada yang secara terang-terangan mengatakan bahwa yang menentukan buku sekolah bukanlah pihak sekolah. Bagaimana menurut Anda?